Saturday 16 June 2012

Membangun Manusia Bermoral


SUATU hari, Imam Al-Ghazali mengisi kuliah dan murid-murid mengitarinya. Lalu, dia bertanya kepada murid-muridnya. Pertama, apa yang paling dekat dengan kita di dunia ini?. Murid-muridnya ada yang menjawab; orang tua, guru, sahabat, kerabat, tetangga dan sebagainya.
Al-Gazhali membenarkan semua jawaban itu. "Tetapi, yang paling dekat dengan kita di dunia ini adalah kematian. Sebab Tuhan telah berjanji bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati".

Semenjak makluk yang disebut manusia sadar akan kemanusiaannya, mati jadi persoalan. Apa sebabnya? yang pertama, karena hal itu pasti akan dialaminya. Cepat atau lambat, tiap pribadi pasti akan mati. Soalnya, hanya waktu.

Yang kedua, mati soal gaib, yang menurut peristilahan Islam masuk dalam katagori gaib hakiki. Apa hakikat mati? Apa yang akan terjadi setelah mati? Bagaimana nasib manusia setelah mati? Karena mati menyangkut nasip tiap individu nanti, maka ia jadi persoalan tiap manusia.

Hanya saja karena biasanya orang sibuk dan asyik memperjuangkan nasib yang lansung dihadapinya, ia lupa memikirkan soal yang menyangkut nasibnya nanti, setelah mati. Di samping itu, soal tersebut mengendap di bawah alam sadar, sehingga ia jarang muncul dalam alam kesadaran. Dengan mengingat mati orang akan berhati-hati dalam bertindak karena setelah kematian ada masa dimana manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia. 

Kedua, al-Gazhali bertanya, "apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab negara Cina, bulan, matahari, bintang-bintang dan sebagainya. Al-Ghazali membenarkan semua jawaban muridnya. "Tapi, yang paling jauh dari kita adalah masa lalu kita. Bagaimanapun, apapun kendaraan yang kita pakai, tetap tidak akan sanggup kembali kemasa lalu. Karenanya, kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan amalan yang akan menjadi bekal kita kelak".

Masa lalu, hal yang telah lampau atau kita sering menyebutnya dengan istilah "pengalaman" sepatutnya menjadi pelajaran bagi kehidupan kita untuk melangkah ke depan. Baik buruk, bahagia sengsara dan untung rugi yang telah kita alami semuanya itu mempunyai manfaat bagi kehidupan kita saat ini, di sini dan nanti. Tetapi merupakan suatu kerugian yang besar apabila orang terlena dengan masa lalu, dengan kesuksesan yang dia raih atau dengan penderitaan yang dia dapatkan. Banyak orang, perusahaan, bisnis, organisasi dan negara yang bangkrut dan bubar kerena mereka terlanjur terlena dengan kegagalan atau kesuksesan di masa lalu.

Ketiga, al-Gazhali meneruskan pertanyaannya, "apa yang paling besar di dunia ini? "murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, matahari, dan sebagainya. Semua jawaban itu dibenarkan oleh al-Gazhali. "Tapi, yang paling besar dari apa yang ada di dunia ini adalah hawa nafsu. Maka, berhati-hatilah dengan nafsu kita. Jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka".

Ketika manusia telah dikuasai oleh hawa nafsu, maka sifat kemanusiaanya menjadi hilang. Dia menjadi seperti hewan. Yang dipikirkan hanya dirinya, tak peduli apa yang dilakukannya merugikan atau merampas hak orang lain. 

Keempat, al-Gazhali bertanya, "apa yang paling berat di dunia ini?". Muridnya ada yang menjawab baja, besi, batu besar, gajah, dan sebagainya. Al-Gazhali berkata", "semua jawaban hampir benar, namun yang paling berat adalah memegang amanah. Gunung, bintang binatang dan malaikat sekalipun tidak mampu memikul amanah ketika Allah meminta mereka menjadi khalifah di dunia. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah itu. Tuhan pun mengatakan manusia itu adalah makluk yag bodoh, sehingga banyak dari mereka masuk neraka karena tidak saggup memegang amanahnya.

Kelima, pertanyaan al-Gazhali berikutnya, "apa yang paling ringan di dunia ini? Ada yang menjawab kapas, angin, debu, daun-daunan, dan sebagainya. Kata imam al-Ghazali, "semuanya benar. Namun yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat". Betapa banyak umat Islam saat ini yang tidak melaksakan shalat. Dan yang melaksakannya, tidak pula melaksakan seluruh ibadah. Pelaksanaan shalat membeku menjadi tradisi. Mereka melaksanakannya tanpa mengerti dan menghayati. Karena itu tidak lahir kesadaran dari ibadat itu. Tanpa kesadaran kemauan tidak terbentuk. Manakala kemauan Islam untuk menciptakan kehidupan yang salam tidak ada dalam diri, tak mungkinlah memancar iman dan amal saleh dalam perbuatan.

Keenam, pertanyaan terakhir al-Ghazali, "apakah yang paling tajam di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang. "Benar, tapi yang paling tajam adalah lidah manusia. Karena lidahnya, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. Bahkan tidak sedikit permusuhan dan pertumpahan darah terjadi karena fitnah lidah".

Lidah memang tak bertulang, segala ucapan bisa keluar darinya, baik buruk, hinaan pujian, fitnah, dan lain sebagainya. Orang yang sering menggunakan lidahnya untuk berbohong, mencela dan perkataan buruk lainnya akan dimusuhi dan dijauhi teman-teman dan lingkungannya.

Melihat fenomena masyarakat Indonesia saat ini, sepatutnya apa yang disampaikan al-Ghazali perlu kita perhatikan dan renungkan. Semoga bermanfaat!!! (Teuku Saifullah)

Penulis adalah peneliti di Farabi Institute IAIN Walisongo Semarang
Sumber
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/05/03/94340/membangun_manusia_bermoral/

No comments:

Post a Comment